Cerpen: Tanpa judul

Tanpa Judul

 

 

Muka cuek itu masih menghiasi sebagian kepalanya, bukan bukan karena benci lebih tepatnya  tidak ingin diperhatikan lebih. Dia memilih untuk tidak merespon perkataannya. Padahal kalimat itu datang dari hati yang tulus. Namun pemuda itu tidak menyadarinya. Bahwa tindakannya saat itu membawa sedikit petaka di kemudian hari. Dia tidak menhiraukan ucapan “selamat” dari Wanita yang ada di depannya. Sayang dia hanya fokus kepada sosok yang hanya memberikan sebuah makanan. Hal yang akan habis tak bersisa setelah dia makan. Wanita itu sungguh akan kapok (mungkin) untuk tidak menyapanya lagi, tidak memberikan slamat apapun lagi. Bahkan saat apa yang ditetapkan takdir menjadi pertemuan terakhirnya dengan Wanita itu. Dia sedikit menyadari, ada jarak yang dia pandang, ada celah yang dia lihat, ada retakan yang coba dibuat oleh Wanita itu. Mungkin karena bosan, memberi tanpa adanya feedback. Tanpa adanya balasan senyuman. Ya setidaknya tatapan yang beharga. Karena pemuda itu lupa bahwa dia Perempuan bukan laki-laki. Makhluk itu butuh perhatian bukan hanya  ucapan basa basi. Karena sesungguhnya Makhluk itu lebih dominan perasaannya bukan logikanya. Seiring waktu, berlalunya bumi mengitari matahari. Semakin sadarlah pemuda itu bahwa sudah tidak ada lagi ketertarikan dari Wanita pujaannya untuk sekadar bertegur sapa dengannya. oh malang sekali Nasib pemuda itu.

Suatu hari di bulan ke 9 di hari yang sangat dinantikan oleh Wanita berkacamata hitam dengan gigi yang lucu, seorang pemuda  menerima kabar. Sebuah berita yang membuatnya memiliki kebahagiaan kecil di bagian yang tersembunyi di hatinya. Hari kelulusan bagi Wanita yang disukainya telah tiba . mata pemuda itu bagaikan payung di Tengah hujan melihat foto yang ada di media sosial. Melihat Wanita yag disukainya mengenakan kebaya berwarna cream. Dengan kerudung yang berwarna sama. Terlihat Anggun di matanya. Berpose dengan bedak yang merata di pipinya, terlihat agak berbeda ketika dia terpotret tanpa kaca mata hitam khasnya. Duhai ibu, pemuda itu ingin sekali menghadiri kelulusannya, mendampinginya, mengucapkan kalimat selamat ya atas kelulusannya. namun apa daya kini jaraknya sudah terlampau jauh. Pemuda itu tidak mungkin menurunkan ego pribadinya untuk sekadar menghadiri kelulusan Wanita pujaannya. Pemuda itu bergumam “mungkinkah dia dan keluarganya menerimaku”

Pemuda tinggi yang sering berjaket hitam  bukanlah anak kecil yang mudah putus asa. Diambillah gawai andalannya, membuka medsosnya, mencari akun si kaca mata hitam itu. Dia hendak mengucapkan kalimat yang sama seperti wanita itu ucapkan kepada dirinya. Belum sampai tangannya menyentuh gawai ia mengurungkan niatnya untuk meneruskan ucapannya. Otaknya mengirimkan sinyal berbeda kepada saraf motorik, bukan, bukan kalimat ini yang seharusnya dia ucapkan. Begitulah seterusnya sampai dia benar-benar yakin apa yang ingin disampaikannya. Jarum jam terus beputar menghiraukan pemuda itu yang masih berkutat dengan kalimat yang disampaikan. Setelah dirasa cukup pemuda itu yakin untuk segera mengirimkan.

Namun tiba-tiba ada sesuatu yang merubah pikirannya, ada masa lalu yang mencoba menganggu niat baiknya. Sebuah kejadian masa lalu yang membuatnya bepikir ulang untuk mengucapkan dengan nomor yang berbeda. Lagi-lagi ego itu muncul, ego yang membuat pemuda itu beranggapan bahwa tidak sepatutnya dia mengetahui bahwa dirinya itu yang mengirimkan ucapan selamat. Lebih baik dia menjadi seorang anonym seseorang misterius yang mengucapkan selamat kepada Wanita berkacamata hitam itu. Irubahnya akun medsos dia menggunakan nomor seri yang berbeda memastikan bahwa si Wanitanya tidak mengetahui siapa gerangan yang mengucapkan salam.

“Wew sudah wisuda selamat ya….., semoga ilmunya berkah” ya hanya kalimat itu yang disampaikannya, kalimat yang terususun atas  9 kata. Kalimat yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk merangkainya. Dia kirimkan pesan ucapan itu dengan akun medsos lainnya. seketika itu  juga dia langsung menonaktifkan gawai andalannya. Berharap si dia segera melihat pesannya.

Pukul menunjukan angka 02:00, gawai itu menyala beberapa detik meninggalkan sebuah pesan. Sayang pemuda itu sudah terlelap beberapa jam yang lalu. di kota Seberang, berratus kilometer jauhnya, Wanita berkaca mata hitam itu Tengah kebingungan siapa gerangan yang memberinya pesan singkat dengan nomor yang belum disimpannya. Namun di Tengah kebingungan itu , hati baiknya masih sempat untuk membalas. Waalupun dengan pesan singkat “Terimakasih 😉” 

 

Akmal Ghazi

Opini bola: Tergoda Harapan

 Tergoda Harapan

Indonesia Vs Guinea, Dua Tim yang Sama-sama Lagi 'Pincang'
Sumber: detiksport

 

 

Harapan seluruh netizen indonesia adalah juara eh minimal masuk olimpiade :D. Namun harapan itu sirna ketika di detik ini Indonesia kalah melawan Guinea di babak play off menuju olimpiade. Dari awal ketum Pssi kita sudah memberikan target 8 besar piala asia. Alhamdulillah target itu tercapai dengan menumpaskan Korea Selatan sampai adu pinalti. Namun ternyata kemenangan itu membuat sebagian netizen kita tidak berpuas diri dan sangat berharap untuk mendapatkan juara atau setidaknya bisa mendapatkan tiket lolos olimpiade. Sampai sampai saking senangnya dengan kemenangan melawan korea. Sebagian netizen kita menginginkan rematch melawan Argentina. Seolah-olah memang sepakbola kita sudah sehebat itu. Di semifinal kita kalah kualitas dengan Uzbekistan yang artinya target juara netizen sirna. Netizen beralih dengan harapan bisa menang lawan Irak agar lolos olimpiade sebagai juara 3 piala asia. Harapan itu pun kandas setelah Indonesia harus tercomeback Irak dengan skor 2-1. Harapan terakhir dapat menang melawan Guinea di babak play off olimpiade. Guinea tampil sebagai juara 4 juga di  piala afrika. Sama sama memperebutkan selembar tiket menuju olimpiade, timnas Indonesia justru kalah kembali untuk ketiga kalinya sejak melawan korea. Kini timnas Indonesia digasak Guinea dengan skor 0-1 lewat sepakan pinalti mantan pemain Barcelona, Moriba.

Harapan berprestasi menurut netizen pun sirna. karena Indonesia gagal mendapat selembar tiket olimpiade. Namun dari kacamata penulis, sebenarnya Indonesia sudah melampaui ekspektasi. sebagai tim debutan di piala asia u-23, Melaju sampai semifinal dengan mengalahkan korea itu sudah pencapaian luar biasa. Apalagi dengan pemain yang tergolong sangat muda. Kekalahan beruntun melawan Uzbekistan, Irak dan Guinea ini seakan meruntuhkan harapan sekaligus kesombongan netizen kita yang kurang berpikir realistis. Harapan boleh tinggi namun jangan sampai tergoda lalu menyombongkan diri.

sekian

Cerpen: Tanpa judul

Tanpa Judul     Muka cuek itu masih menghiasi sebagian kepalanya, bukan bukan karena benci lebih tepatnya   tidak ingin diperhatikan lebih...